Ada Apa dengan Kejati Bengkulu Tak Berani Mengusut Tambang PT. Injatama??

0
318
Ilustrasi lahan pertambangan batubara.dok_net

RAKYAT DAERAH – Walaupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu lagi gencar-gencarnya mengusut dugaan kasus korupsi tambang Batubara di Provinsi Bengkulu. Namun tampaknya tambang Batubara PT. Injatama yang berada di Kabupaten Bengkulu Utara lepas dari sorotan Kejaksaan.

Pasalnya berdasarkan kajian dan investigasi dari Lembaga Edukasi dan Kajian Daerah (LEKAD), bahwa persoalan PT. Injatama cukup kompleks. Diketahui PT. Injatama memiliki luas sekitar 6.000 hektare, perusahaan pertambangan Batubara ini pernah dituding menambang di atas jalan milik Provinsi Bengkulu sepanjang 2,4 kilometer di Desa Gunung Payung, Kecamatan Pinang Raya, Kabupaten Bengkulu Utara sejak 2018, dan sempat mencuat pada tahun 2022 lalu pernah menjadi sorotan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, namun persoalan tersebut sampai saat ini hening bak ditelan bumi.

Bahkan PT Injatama yang memegang IUP di Kecamatan Ketahun, Bengkulu Utara, berdasarkan SK Bupati Nomor 270 Tahun 2010. Izin perusahaan tersebut berakhir pada 8 Februari 2025. Mirisnya izin usaha pertambangan (IUP) batu bara PT. Injatama di Kabupaten Bengkulu Utara, kembali menjadi sorotan publik lantaran mengarah pada kewajiban perusahaan melakukan perbaikan lingkungan atau reklamasi lahan pasca-tambang.

“Seharusnya Kejati Bengkulu juga mengusut perusahaan tambang Batubara PT. Injatama, agar supaya tidak terkesan tebang pilih dalam mengusut dugaan korupsi pertambangan. Makanya sekarang timbul pertanyaan dari masyarakat kenapa kok Kejati Bengkulu tak berani mengusutnya,” terang Direktur LEKAD, Anugerah Wahyu, SH kepada media ini.

Apalagi sejumlah perusahaan tambang Batubara yang diusut oleh Kejati Bengkulu seperti PT. Ratu Samban Mining, PT. Tunas Bara Jaya dan PT. Inti Bara Perdana, sama halnya juga terkait persoalan yang hampir sama berkaitan soal perizinan dan juga terkait reklamasi pasca-tambang.

Wahyu pun menilai, reklamasi merupakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009). Aturan tersebut juga dipertegas dalam PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, serta Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2014.

“Jadi perlu dipahami, kalau kewajiban ini tidak dilaksanakan, maka dapat dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan. Ada sanksi pidana dan denda bagi perusahaan yang lalai. Yang mana Perusahaan sudah mengambil batu bara, tapi lahannya dibiarkan begitu saja,” ungkap Wahyu.

Selain itu, lanjut Wahyu, bahwa Reklamasi lahan pasca-tambang merupakan kewajiban yang harus dijalankan perusahaan begitu aktivitas penambangan berhenti atau izin operasional berakhir.

“Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih ada perusahaan pemegang IUP yang mengabaikan kewajiban tersebut. Ya salah satunya PT Injatama yang memegang IUP di Kecamatan Ketahun, Bengkulu Utara,” pungkasnya.

Sementara seperti diketahui dalam kasus korupsi pertambangan Batubara ini, Kejati Bengkulu sudah menetapkan 12 tersangka dengan empat perkara berbeda, yakni Tipikor, TPPU, perintangan, dan suap. Para tersangka itu adalah: Kepala Cabang PT Sucofindo Bengkulu, Imam Sumantri, Direktur PT Ratu Samban Mining, Edhie Santosa, Komisaris PT Tunas Bara Jaya, Bebby Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana, Saskya Hussy, Direktur Utama PT Tunas Bara Jaya, Julius Soh.

Kemudian Marketing PT Inti Bara Perdana, Agusman, Direktur PT Inti Bara Perdana, Sutarman, Komisaris PT Ratu Samban Mining, David Alexander, Kepala Inspektur Tambang ESDM periode April 2022-Juli 2024. Sunindyo Suryo Herdadi.

Kejati Bengkulu juga menetapkan Awang, adik kandung Bebby Hussy dan Andy Putra, kerabat Bebby Hussy sebagai tersangka Perintangan. TPPU Bebby Hussy, Sakya Hussy dan Agusman.

Menanggapi hal itu, hingga berita ini diturunkan, media ini masih terus mencoba konfirmasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.[tim]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here